Tiga Pertemuan

Kring… kring… kring…

Segera kuraih HP di atas meja sudut ruang kamarku.

“Halo mas..”, jawab Yani.

“Halo Yani, mas hari ini g masuk kerja, adek sedang liburan tho..? Gimana kalau nanti kita jalan-jalan ke pantai?”, jawab Hari.

“Oke mas, Q juga ingin pergi ke pantai apalagi sama kang mas, hmmm rasanya gimana gitu..??

“Gimana apa..??, sahut Hari.

“Rahasia..!! Sayang nggak boleh tahu, hehehe..”, goda Yani.

“Iyalah, nanti Q jumput jam 9 ya.?”

“Baik sayangku, Yani siap-siap dulu.. Daa saying”

“Daaa juga yank, sampai jumpa nanti”

Yani pun dengan segara mengambil pakaian di lemari samping tempat tidurnya serta bersiap-siap melangkah ke kamar mandi. Tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat vas bunga pemberian Mas hari. Dengan segera Yani menuju meja yang terletak di sudut kamarnya dan mangambil vas bunga, ia pun duduk di kursi sambil melihat ke arah jendela. Seketika itu aku teringat pertemuanku pertaman kali dengannya. Kalau ku ingat pertemuan itu, ku selalu ingin tertawa sendiri. Pertemuan yang mungkin tak pernah kuharapkan karena begitu singkat dan cepat. Setiap kali ku ingat pertemuan tiu semakin kurasakan bahwa pertemuan itu semakin indah dan tak ingin ku lupakan.

Pagi itu ketika ku berangkat tergesa-gesa karena terlambat ke kantor, ku terkejut ketika melihat sebuah mobil asing parkir di depan kantor. Pasti aka nada perjalanan ke luar kota lagi. Padahal hari ini ku ingin duduk-duduk membuat laporan di kantor.

Haaaah… Sambil menghela nafas yani pun segera memacu langkah kakinya semakin cepat agar tidak ketinggalan breefing pagi.

Pintu depan mobil terbuka, seseorang pemuda terlihat begitu jelas di depan Yani dan Yani pun seketika itu menjerit.

“Aaaaaaaaww”,( yani memang pribadi yang mudah terkejut jika tiba-tiba ada seseorang berdiri dihadapannya). Tanpa sadar tas yang kubawa terjatuh.

“Oh maaf, saya nggak sengaja”,kata pemuda itu. Ia dengan segera mengambil tas, sambil melemparkan senyum kepadaku ia memberikan tasku.

Yani hanya terpaku terdiam seribu bahasa seperti monjali  yang kokoh berdiri diatas tanah. Ia tidak menjawab maupun menerima tas yang di sodorkan oleh pemuda itu.

“Mbak.Mbak…Mbak…???”, tambah pemuda itu.

“Oh iya, nggak apa-apa kok mas, makasih lho telah mengambilkan tasku.”, sahut Yani sambil menerima tas yang diberikan oleh pemuda itu.

Yani melihat pemuda itu dari ujung kaki sampai ujung rambut tanpa menyadari bahwa tingkahnya sedang diperhatikan oleh pemuda itu, ketika yani melihat wajanya, kedua insan itu saling bertatapan tanpa ada ucapan yang keluar dari keduanya, mereka berdua terus bertatapan seolah-olah di dunia ini hanya mereka berdua tanpa menyadari ada seseorang yang sedang memanggil Yani.

“Yani.Yani..Yani…!!!”, jerit Sinta.

“Iya Nta.”, jawab Yani. Pertemuan yang singakat ini telah membekas di hatinya, percampuran antara rasa senang dan kecewa. Senang karena bertemu pemuda itu serta kecewa karena Sinta mebuyarkan momen indah dengan pemuda itu.

“Makasih ya Mas, makasih lho”, kata Yani sambil berlalu meninggalkannya untuk segera masuk ke dalam kantor.

“Oh iya sama-sama Mbak Yani”, sahut pemuda itu.

Sontak Yani pun terkejut karena namanya dipanggil olehnya dengan segera ia menoleh ke belakang dan memberikan senyuman manis ke arah pemuda itu.

“Yani cepat..!!”

“Bentar tho Nti. Kamu ini ganggu acara orang laian aja.”, balas Yani.

“Kok kamu nggak ikut breefing?”, tambah Yani.

“Ya ikutlah, ini lagi ambil buku laporan kemarin, kan hari ini aka nada pemeriksaan, buku laporanmu sudah jadi lum?”, jawab Sinta. (Sinta adalah sahabat karib dari Yani, tidak ada rahasia diantara mereka berdua. Keduanya selalu bersama baik dalam sedih maupun senang disamping itu ruangan mereka juga sama, ruangan paling pojok kiri sebelah pintu masuk kantor jadi siapapun yan keluar masuk kantor pasti mereka tau.)

“Ya sudahlah kan aku pegawai rajin nggak seperti kamu”, sahut Yani sambil melempar senyum kecil kearah Santi.

“Iya Bu Yani, kamu memang pegawai paling rajin di kantor ini.”, sindir Santi.

Sambil berbincang-bincang mereka berdua berjalan keruang breefing yang terletak di pojok belakang kantor, ruangan yang besar penuh dengan slogan-slogan motifasi untuk bekerja dengan keras dan pantang menyerah dalam menghadapi ujian pekerjaan.

Waktu berjalan begitu cepat tanpa terasa breefing pagi sudah selesai dengan rincian tugas hari ini bahwa Sinta dan Yani harus pergi ke luar kota.

“Setiap keluar kota selalu membicarakan proyek perusahaan terus, sekali-kali ke luar kota itu jalan-jalan, shooping, atau apalah.”, gerutu Yani.

“Pengennya itu terus…!!, Kan emang itu tugas kita berdua, Yani..Yani.”, sahut Sinta.

Merka berdua berjalan ke ruang kerja untuk melakukan persiapan sebelum melakukan kunjungan ke perusahaan untuk membicarakan proyek. Setelah selesai mereka segera berjalan menuju halaman kantor untuk melakukan perjalanan keluar kota. Yani yang dari tadi hanya terdiam dan lemas tak bersemangat tiba-tiba bergairah kembali karena mereka melakukan perjalaan dengan pemuda yang telah mempesona hatinya pagi tadi.

“Yani, kamu kesambet apa.? Dari tadi hanya senyum-senyum saja.?”, Tanya Sinta.

“Apa Nta. Eh nggak apa-apa kok, pokoknya hari ini pengen senyum aja.?, jawab Yani.

“Tadi tidak semangat, malas-malasan sekarang kok sudah berubah 3600, pasti karena… Ehmm.”, sindir Sinta.

“Sudahlah Sinta, ayo lekas berangkat.”, sambung Yani supya tidak semakin di sindir oleh Sinta.

Pertemuan singkat tadi pagi telah membekas di dalam hati kedua insan tersebut. Hari ini perjalanan Yani dan pemuda itu berjalan begitu mudah dan menyenangkan tanpa adanya beban dalam hidup ini rasanya seperti umat Islam yang sedang merayakan Hari Raya Idul Fitri. Percakapan keduanya hanya sebentar saja itupun di dalam mobil waktu perjalanan pulang karena hari terjadi pembicaraan kedua perusaahan sehingga waktunya habis untuk membahas kerjasama saja. Meskipun demikian Yani tidak merasa capek ataupun mengeluhkan proses pembicaraan yang berjalan seharian penuh karena ia  mengetahui bahwa pemuda itu bernama Hari. Hal itu lebih berharga dari hasil pembicaraan kerjasama tadi dismaping itu karena pembicaraan berjalan alot dan berbelit-belit maka kedua belah pihak memutuskan untuk melakukan pembicaraan selama dua hari lagi.

Pada akhirnya pembicaraan yang berlangsung selama tiga hari berjalan mulus dan telah menghasilkan kesepakan diantara kedua belah pihak. Hal ini tentu saja peran utama dari Yani yang begitu bersemangat dalam melakuakan pembicaraan dikarenakan seseorang yang telah mengusik hatinya sedang menunggu di luar untuk mengantarnya pulang. Ia mengerahkan segala kemampuannya untuk pembicarran kali ini. Dalam hatinya selalu berkata cepat selesai pertumuan ini agar dapat segera bertemu dengan Mas Hari, meskipun hanya sebatas senyuman, baginya itu lebih berharga dibandingkan intan berlian.

Perjalanan pulang di hari ketiga sudah cukup malam, Hari menawarkan untuk mampir makan malam atau langsung pulang. Seketika langsung dijawab makan malam oleh Yani, padahal di dalam mobil itu ada atasanya Bu Risa. Mengetahui hal itu, Bu Risa pun menerima usul dari Hari dan menyerahkan lokasi tempat makan kepadanya.

Hari memacu mobil yang ia kendarai lebih cepat agar segera sampai ke rumah makan. Lima belas menit kemudian rombongan ini telah sampai di rumah makan.

“Tempat yang sangat tepat untuk menyatakan rasaku padanya”, guman Hari dalam hati.

Mereka berempat segera keluar untuk makan malam, lokasi ini memang sangat romantis letaknya di sebuah bukit yang dikelilingi sebuah parit buatan dengan berbagai tanaman hias disisi parit serta dihiasi lampu taman yang berwarna kemerah-merahan. Suasana lokasai semakin indah karena bagian depan restoran ini terdapat sebuah kolam ikan. Restoran semi terbuka memang sangat cocok bagi orang yang telah melakukan hari begitu bera maupun bagi kekasih yang sedang dimabuk asmara.

Hari yang sudah hafal dengan tempat ini segera mengajak mereka utnuk melwati jalan kecil yang terbuat dari tatanan batu serta dikelilingi tanaman hias dan lampu menuju kearah pojok kiri. Tempat yang terbuka untuk makan malam yang indah sambil melihat bukit yang berwarna-warni oeh cahaya lampu rumah. Setelah menemukan tempat yang cocok maka mereka berempat segera makan malam.

Hari yang sudah berencana untuk menyakan cintanya kepada Yani mengajak mereka berempat untuk berkeiling taman restoran melihat aneka bunga yang berwarna-warni serta kolam ikan yang terletak di tengah-tengah taman ini. Meskipun dalam kondisi yang tak terlalu terang membuat taman ini semakin indah dan menyenangkan bagi siapapun yang mengelilinginya. Sesampainya di kolam, Hari menggenggam tangan Yani dan menyatakan cintanya.

“Yani, aku mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu, maukah engkau menerima cintaku dan menjalin hubungan yang lebih indah bersamaku, sejak kita bertemau setiap saat pikiran dan hatiku selalu memikirkan dirimu dan senyumanmu.”, kata Hari dengan suara sedang yang penuh dengan irama seperti para pembicara sebuah seminar yang sangat menyakinkan pendengarnya.

“..”, Yani hanya terdiam tanpa kata seperti tersambar petir di tengah malam yang penuh dengan bintang.

“Bagaimana Yani”, tambah Hari.

“Suit…suit”, teriak Sinta, sedangkan Bu Risa hanya tersenyum manis kearah dua insan yang tengah di mabuk asmara.

“Hmmm…” tanpa sepatah kata pun yang dapat keluar dari mulut Yani, ia hanya mengangguk pelan sambil melemparkan senyum ke arah Hari dan membalas remasan tanganya lebih erat.

.._.._.._.._.._.._..

“Hmmmm… Sudahlah…”.

“Itu pertemuan yang indah dan akan menjadi permulaan kebahagian bagi kita berdua”.

Mas Har…Mas Har… Aku sangat menyangimu”, gumam Yani di dalam hati.

Waktunya siap-siap kan hari ini mau bertemu dengan kekasih tercinta. Hari ini aku harus tampil maksimal kan ini satu tahun kita jadian, ku ingin memberikan sebuah kejutan kepadanya, moga semua berjalan lancar.

“Bu, nanti saya jalan-jalan ya?, pinta Yani.

“Iya Yan, tapi bantu ibu bentar ya?, jawab Ibu.

“Baik bu.”, sahut Yani.

Waktu pun berjalan begitu cepat mereka berdua telah seharian di pantai. Hari mengajak Yani untuk melihat matahari terbenam diatas karang pantai, suasana sore itu semakin romantic ketika Yani menyandarkan kepalanya di bahu kiri Hari, Hari membalasnya dengan merangkulkan tangan kirinya di pundak Yani sedangkankan kedua tangan mereka saling mennggenggam erat.

“Yani sayangku, kamu ingat hari ini hari apa?, Tanya Hari.

“Emang hari apa?, jawab Yani seolah-olah tidak tau kalau ini hari jadi satu tahun.

“Ada yang ingi aku berikan kepadamu”, sahut Hari sambil mengangkat tangan kanan Yani kemudian menyematkan cincin perak di jari manisnya.

Yani yang melihat adegan hanya terdiam dan terharu, rencana untuk memberikan kejutan kepada kekasihnya tidak tercapai. Sekarang dialah yang memperoleh hadiah istimewwa dari kekasihnya.

‘Hadiah ini adalah buah cinta kita berdua dan tunggulah beberapa waktu lagi aku akan segera melamarmu”, kata Hari dengan menatap tajam mata Yani dan menggenggam erat tangannya.

Yani yang merasa terharu seketika itu langsung memeluk erat tubuh Hari.

“Ku sangat bahagia bersamamu”, jawab lirih suara Yani di telinga kanan Hari.

Kedua insan yang telah menemukan arti cinta sejati mengikrarkan bahwa mereka akan selalu bersam untuk selamanya sampai waktu yang memisahkan mereka.

 

 

Pengarang      : Prasetyo

Inspirasi         : Sudariyanti

 

Tinggalkan komentar